Pemberdayaan Berbasis Hak Asasi Manusia untuk Mencegah Pernikahan Anak

Penyampaian materi oleh Haryani Saptaningtyas PhD. Dosen Aktif sekaligus Ketua Lab Sosial Sekolah Pascasarjana UNS (S2Penyuluhan Pembangunan/Sujatmiko)

 

Pada hari Selasa, 17 Oktober 2023, Magister Penyuluhan  Pembangunan UNS bersama Social Lab Sekolah Pascasarjana menyelenggarakan acara bertajuk “Pemberdayaan Berbasis Hak Asasi Manusia untuk Mencegah Pernikahan Anak”. Acara tersebut digelar di Tower UNS, lantai 3, Jl. Ir. Sutami 36 A, Jebres, Surakarta. Acara ini bertujuan untuk membahas kondisi lapangan berdasarkan analisis kisah kehidupan para pelaku dan keluarga dalam pernikahan anak, serta untuk mendiskusikan solusi alternatif dari perspektif akademis melalui sebuah model pemberdayaan untuk mencegah pernikahan anak. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk merumuskan solusi alternatif yang dapat dikembangkan sebagai masukan bagi para pembuat kebijakan yang menangani isu pernikahan anak.

Acara ini dihadiri oleh pembicara-pembicara terkemuka dalam bidangnya masing-masing. Rita Pranawati, M.A., Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang ahli dalam bidang Komunikasi Interpersonal untuk Anak Korban Konflik Keluarga (Rumah Tangga Pecah), turut hadir sebagai pembicara pertama. Kemudian, Prof. Suminah, M.Sc., yang memiliki pandangan holistik terhadap analisis promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, dari Universitas Sebelas Maret, juga menjadi pembicara dalam acara ini. Terakhir, Prof. Nelly van Doorn-Harder, yang menerapkan analisis gender untuk melindungi hak-hak anak, dari Wake Forest University (North Carolina, USA) dan Vrije Universiteit (Amsterdam, Belanda), turut berkontribusi dalam acara ini.

Dalam paparannya, Rita Pranawati membahas tentang pentingnya komunikasi interpersonal dalam menangani anak-anak yang menjadi korban konflik keluarga, khususnya dalam konteks pernikahan anak. Beliau memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh anak-anak dalam situasi ini, serta memberikan wawasan tentang bagaimana komunikasi yang efektif dapat menjadi alat untuk membantu mereka.

Prof. Suminah menyampaikan pandangannya tentang pentingnya pendekatan holistik dalam mempromosikan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat untuk mencegah pernikahan anak. Dalam paparannya, beliau menyoroti pentingnya memperhatikan aspek kesehatan fisik dan mental anak-anak, serta peran aktif masyarakat dalam mendukung upaya pencegahan pernikahan anak.

Sementara itu, Prof. Nelly van Doorn-Harder membahas tentang pentingnya analisis gender dalam melindungi hak-hak anak, khususnya terkait dengan isu pernikahan anak. Beliau membahas berbagai pola dan praktik yang melatarbelakangi pernikahan anak, serta menyoroti perlunya perubahan dalam budaya dan norma sosial untuk melindungi anak-anak dari praktek pernikahan yang merugikan mereka.

Diskusi yang berlangsung setelah paparan dari ketiga pembicara tersebut sangat menarik. Peserta acara, yang terdiri dari para akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan, aktif berpartisipasi dalam pembahasan tentang berbagai solusi alternatif untuk mencegah pernikahan anak. Beberapa ide dan rekomendasi yang muncul termasuk program pendidikan tentang hak asasi manusia dan kesetaraan gender, pelatihan bagi orang tua dan masyarakat tentang bahaya pernikahan anak, serta peningkatan akses terhadap layanan kesehatan dan dukungan psikososial bagi anak-anak yang berisiko mengalami pernikahan anak.

Sebagai hasil dari acara ini, diharapkan akan tercipta kesadaran yang lebih luas tentang pentingnya pencegahan pernikahan anak berbasis hak asasi manusia. Selain itu, diharapkan pula bahwa rekomendasi dan solusi alternatif yang dihasilkan dari acara ini dapat menjadi masukan berharga bagi para pembuat kebijakan dalam upaya mereka untuk mengatasi isu pernikahan anak di Indonesia.