Model Penilaian Kualitas Pelokalan Video Games Berbasis Ludifikasi

ABSTRACT

SF. Luthfie Arguby Purnomo. T141508005. Ludification Based Video Game Localization
Quality Assessment”
. Promotor: Prof. M.R. Nababan, M.Ed., MA., Ph.D., M.S. ; Co-promotor I: Prof. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., Co-promotor II: Dra. Diah Kristina, MA, Ph.D., Dissertation of Doctorate Program of Surakarta Sebelas Maret University.

Previous studies on video game localization quality assessment tend to demarcate video game localization from game studies and language studies peculiarly applied on game based contexts. This qualitative study aims at designing a video game localization quality assessment based on playing identity or termed ludification which could address the mentioned issues by (a) revealing the strengths and weaknesses of the previous video game localization quality studies, (b) constructing the components for the ludification model, and (c) implementing the model to assess video game localization quality.  

Aarseth’s textonomy (1997) was applied to reveal the features of embryos, prototypes, and models of video game localization quality assessment, from which their strengths and weakenesses are assessable. Meanwhile Crystal’s ludic linguistics and the roles of language in playful activities (Crystal, 1996, 1998, 2008, 2011), Aarseth’s cybertext (1997), Frasca’s ludology (1999; 2007) and Simons’ narratology (2007) were applied to construct a design for ludifcation based video game localization quality assessment model.

Fourteen game titles in English and bahasa Indonesia were purposively selected to acquire data usable to reveal the strengths and weaknesses of the previous embryos, prototypes, and models of video game localization quality assessment. The data sources are game assets as explained by Mangiron dan O’Hagan (2013) namely in-game text, art, audio and cinematic, and printed material assets with an exception for the last asset. Meanwhile the data are text strings in accordance with three localization elements by Esselink (2000) namely linguistic, operational, and cosmetic elements. The acquired data were analyzed by employing domain, taxonomy, componential, and cultural theme as proposed by Spradley (1980) and modified by Santosa (2017).

The findings indicate that 2740 out of 2934 data are utilizable to denote the strengths of the previous embryos, prototypes, and models of video game localization quality assessment. The strengths lie on the presence of positive propensity, the abilities localization quality assessments have in revealing the relationship between linguistic, operational, and cosmetic elements. Meanwhile 194 data are utilizable to indicate the weaknesses of the previous assessments, lying on the presence of negative inter and extra propensities. This condition signifies the inabilities for the previous assessments to explain the relationship between the three localization elements with game asset constructing structures, ludology, and narratology. Departing from these findings, ludification based video game quality assessment model, validated through Focused Group Discussion (FGD) involving a translation expert and two localizers and assessed to five localizers. Components implemented in constructing ludification based model are mechanics-narrative structures, diegetic symbioses, and localization levels. Referring to these three components, the constructed model is able to reveal (a) the shift on playing identities, (b) the shift on luden or game asset constructing structures, and (c) spatialization strategies which contribute to the emergence of the shifts.

The cultural theme revealed from this study is that ludification accords the core of men as homo ludens as proposed by Huizinga (1949) since men tend to label a playing identity to every game they play through a process Frissen, Lemmes, de Lange, de Mul, and Raessens (2015) call as ludification of culture. In the context of video game localization quality assessment, playing identities expose probabilities to experience a shift and thereby a model that could address this issue is of necessity.

This research implication is that the playing identities video games have are structurally and procedurally analyzable and thereby, as games are localized, the emergence of playing identity shifts are of probability. This condition implies that when video game localization is assessed, the model employed should have the abilities to identify the shift emergence probabilities.

Keywords: ludification, video game localization quality assessment, video game localization, ludic linguistics, cybertext

 

SF. Luthfie Arguby Purnomo. T141508005. Model Penilaian Kualitas Pelokalan Video Games Berbasis Ludifikasi”. Promotor: Prof. M.R. Nababan, M.Ed., MA., Ph.D., M.S. ; Co-promotor I: Prof. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., Co-promotor II: Dra. Diah Kristina, MA, Ph.D., Dissertation of Doctorate Program of Surakarta Sebelas Maret University.

Penilaian kualitas pelokalan video games sebelumnya cenderung abai terhadap integrasi antara pelokalan video games dan kajian video games dengan studi kebahasaan yang khusus diaplikasikan pada konteks permainan sebagai penghubung keduanya. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mendesain model penilaian berbasis ludifikasi atau identitas bermain sebuah games yang dapat membahasakan integrasi seperti yang tersebut di atas dengan jalan (a) mengungkapkan kelebihan dan kelemahan penilaian kualitas pelokalan video games terdahulu, (b) menyusun komponen model ludifikasi, dan (c) mengimplementasikan model ludifikasi tersebut untuk menilai kualitas pelokalan video games.

Teori yang diaplikasikan untuk mengungkapkan fitur embrio, prototipe, dan model penilaian kualitas pelokalan video games sebagai sarana menunjukkan kelemahan dan kelebihan seperti tersebut di atas adalah teori tekstonomi dari Aarseth (1997). Sementara teori yang digunakan untuk mendesain model penilaian kualitas pelokalan video games berbasis ludifikasi adalah teori linguistik ludik dan peran bahasa pada permainan (Crystal, 1996, 1998, 2008, 2011), teori cybertext (Aarseth, 1997), ludologi (Frasca, 1999; 2007) dan naratologi (Simons, 2007).

Empat belas game dalam versi bahasa Inggris dan Indonesia dianalisis untuk memperoleh data yang mampu digunakan untuk mengungkapkan kelebihan dan kelemahan embrio, prototipe, dan model sebelumnya. Sumber data penelitian ini adalah aset game sesuai yang dijabarkan oleh Mangiron dan O’Hagan (2013) yaitu in-game text, art, audio and cinematic, dan printed material assets dengan pengecualian pada aset yang terakhir. Sementara itu datanya adalah text string yang bertaut dengan tiga elemen pelokalan Esselink (2000) yaitu linguistik, operasional, dan kosmetik. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis domain, taksonomi, komponensial, dan tema budaya seperti yang diajukan oleh Spradley (1980) dan Santosa (2017).

Temuan penelitian menunjukkan bahwa 2740 data dari 2934 data dapat menunjukkan kelebihan embrio, prototipe, dan model penilaian kualitas pelokalan video games  sebelumnya. Kelebihannya terletak pada intra propensitas positif yaitu kemampuan penilaian kualitas pelokalan untuk mengungkapkan keterkaitan antara elemen linguistik, operasional, dan kosmetik. Sementara itu 194 data dapat digunakan untuk menunjukkan kelemahan embrio, prototipe, dan model penilaian kualitas pelokalan video games sebelumnya. Kelemahannya adalah inter propensitas negatif yaitu ketidakmampuan penilaian kualitas pelokalan sebelumnya dalam menjelaskan hubungan antara ketiga elemen pelokalan (linguistik, kosmetik, dan operasional) dengan struktur pembentuk aset game  dan ekstra propensitas negatif yaitu ketidakmampuan dalam menjelaskan hubungan antara elemen pelokalan dengan ludologi dan naratologi. Beranjak dari temuan ini, model penilaian kualitas pelokalan video games berbasis ludifikasi yang divalidasi melalui proses focused group discussion (FGD) dengan melibatkan pakar penerjemahan dan pelaku pelokalan dan diujicobakan kepada lima pelokal. Komponen yang digunakan untuk menyusun model ludifikasi adalah struktur mekanis-naratif, simbiosis diegetis, dan tingkat pelokalan. Dengan mengacu kepada ketiga komponen tersebut, model ini dapat mengungkapkan (a) pergeseran identitas bermain dalam sebuah game yang dilokalkan, (b) pergeseran luden, struktur pembentuk aset sebuah game, dan (c) strategi spasialisasi yang berkontribusi pada kemunculan pergeseran tersebut.

Tema budaya yang dapat diungkapkan dari penelitian ini adalah bahwa ludifikasi selaras dengan marwah filosofi manusia sebagai makhluk bermain atau homo ludens (Huizinga, 1949) karena sebagai makhluk bermain, manusia cenderung memberikan identitas bermain pada setiap permainan yang mereka mainkan dengan melakukan proses yang oleh Frissen, Lemmes, de Lange, de Mul, and Raessens (2015) disebut dengan ludifikasi budaya. Dalam konteks penilaian kualitas pelokalan video games, identitas bermain mempunyai kemungkinan untuk bergeser sehingga dibutuhkan sebuah model penilaian kualitas pelokalan video games yang mempunyai kemampuan dalam mengungkapkan kemungkinan tersebut.

Implikasi penelitian ini adalah bahwa identitas bermain sebuah game dapat dianalisis secara struktural dan prosedural sehingga ketika sebuah game dilokalkan, terdapat sebuah kemungkinan bahwa identitas bermain tersebut bergeser. Oleh karena itu, saat sebuah game dinilai kualitas pelokalannya, model yang digunakan untuk menilai kualitas tersebut harus mampu mengidentifikasi kemungkinan bergesernya identitas bermain tersebut.

Kata kunci: ludifikasi, penilaian kualitas pelokalan video games, pelokalan video games, linguistik ludik, cybertext