Webinar UNS-ISPI; Program Crossbreeding Perlu Konsep Matang

Program Studi Magister Peternakan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar Webmaster series ketiga yang berlangsung pada 3 September 2020 , mengangkat tema Towards Sustainable Beef Cattle Crossbreeding Program. Kegiatan ini dilakukan menggunakan Zoom Cloud Meeting dengan dihadiri oleh kurang lebih 250 peserta yang terdiri dari sektor praktisi, birokrasi maupun akademisi baik pada tatanan nasional maupun internasional.

Acara dibuka dengan sambutan dari Wakil Dekan I Fakultas Pertanian UNS Dr. Eka Handayanta dan kata pengantar dari Ketua Umum ISPI Ir. Didiek Purwanto. Pada webmaster series ketiga ini, Program Magister Peternakan UNS berkolaborasi dengan Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) dengan menghadirkan 2 narasumber yang berkompeten di bidangnya, yaitu Prof. Heather Burrow (Pakar Pemuliaan Ternak Tropis dan Genetika dari University of New England, Australia) serta Dr. Tri Satya Mastuti Widi (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) dimana keduanya memaparkan mengenai Crossbreeding pada ternak sapi.

Sistem perkawinan silang atau crossbreeding menggunakan dua bangsa atau breed yang berbeda merupakan sistem yang saat ini layak digunakan untuk para peternak kecil di Indonesia. Prof Heather mengungkapkan bahwa persilangan antara sapi Ongole dengan sapi Bali kemungkinan akan meningkatkan bobot hidup keturunannya secara signifikan dengan keturunan F1 yang tahan terhadap stress.

Keturunan betina pada persilangan F1 akan menunjukkan kinerja reproduksi yang cenderung meningkat serta diperlukan persilangan dengan ras pejantan lainnya yang dapat beradaptasi dengan baik. Selain itu, menurut Dr. Tri Satya Mastuti Widi menyampaikan bahwa sistem crossbreeding sapi di Indonesia masih tidak terkendali sehingga mengakibatkan banyak ternak hasil persilangan yang tidak teridentifikasi.

Alasan utama yang mengakibatkan hal tersebut adalah adanya kesenjangan antara pemangku kebijakan dengan tujuan para peternak yang mengakibatkan mereka tidak mau lagi beternak sapi-sapi lokal. Dampak buruk kedepannya dari kejadian ini adalah akan kehilangan nilai nilai tradisional dan budaya lokal yang melekat.

Output dari kegiatan webmaster ini adalah menunjukkan bahwa apabila sistem crossbreeding yang dijalankan tidak dengan konsep yang matang serta tanpa monitoring yang berkala justru akan memunculkan permasalahan baru. Sebagaimana yang disampaikan oleh Didiek Purwanto selaku Ketua Umum PB ISPI bahwa permasalahan lain yang muncul selain crossbreeding yang tidak terkendali adalah bibit murni dari ternak lokal yang sangat sulit ditemukan sehingga kurang adaptif dalam menyesuaikan iklim tropis yang ada di Indonesia.

https://pb-ispi.org/webinar-uns-ispi-crossbreeding/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *