Kajian Terjemahan Bahasa Seksual dalam Novel-novel Sandra Brown

ABSTRACT

Sulistini Dwi Putranti. T141008005. The Translation Analysis of Sexual Languages in Sandra Brown’s Novels”. Promotor: Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D. ; Co-promotor: Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana, Dissertation of Doctorate Program of Surakarta Sebelas Maret University.

This dissertasion analyzes the translation of sexual languages from English novels. When a translator translates a novel from a foreign language, he/she has to translate the culture which is not always suitable with the Indonesian culture. One example is that some English novels may contain sexual languages, and/or pornography. Since there are so many translators and publishers in Indonesia, the translation about sexual languages and pornography might also vary depending on the background of the translator and publisher. This research reveals the classification, sub classification and the quality of the translation of sexual languages.

The objectives of this study are: 1) classifying the sexual language types found in Sandra Brown’s novels, 2) describing and analyzing how the translators translate every data in the classification, 3) describing and analyzing the translation techniques applied by the translators in translating sexual languages, and analyzing the influence of such techniques to the quality of the translation, namely in the accuracy, acceptability and readability, 4) Describing and analyzing the relation between the classification of the sexual languages, the techniques applied and the quality of the translation.

The method applied in this research was descriptive qualitative with the strategy of an embedded case study. The sources of data were 2 (two) Sandra Brown’s novels and their translation into Indonesian. The data were the sexual languages found in those novels whether they were words, phrases, clauses and/or sentences. 3 (three) raters evaluated the quality of the translation, focusing on the accuracy, acceptability and readability of the novels. The evaluation was used to analyze the data.

After conducting a thorough analysis, the researcher found that the data are categorized into 5 (five) classification of sexual languages: sex and sex act, having sex, orgasm, female sexual organs, male sexual organs. The sub classification found in the novels are sounds, kissing, caressing, and touching, for sex and sex act; sound, oral sex, and genital sex for having sex; male orgasm, and female orgasm for orgasm; head, torso, and genital for male and female sexual organs. Analysis was conducted through examining all linguistic units starting from words, phrases, clauses, and sentences.

 The translation techniques applied were dominated by established equivalents which were used almost in all linguistic units. The deletion technique was mostly used by the female translator compared to the male translator. It was mostly applied in words and phrases especially those referring to male/female sexual organs. The use of this technique resulted on the not/less accurate translation, because message and meaning were not delivered well in the target language. The linguistic units of clauses and sentences were dominated by the use of established equivalent and generalization, so message and meaning were transferred better than using reduction and deletion.

The result of the analysis shows that both translators have produced good quality of translation of sexual languages. The translation of sexual languages can be enjoyed by the readers without worrying about reading anything taboo or vulgar. The translators often applied self censorship when encountering sexual languages that they considered too offensive. This censorship was applied in choosing the techniques to translate. The translators tended to choose generalization, reduction, or even deletion techniques to translate taboos or vulgar languages. The translators did not use euphemism extensively as an alternative rather than reducing or deleting. Euphemism is often applied in translating sexual languages to produce words, phrases, clauses or sentences which are not too vulgar but still have the same sexual connotation as the ST. The examples of euphemism are in the use of ‘kelelakian or ‘kejantanan as the equivalent of ‘penis’.

Keywords: the translation of sexual languages, the classification of sexual languages, translation techniques, the quality of translation, accuracy, acceptability, readability

 

Sulistini Dwi Putranti. T141008005. Kajian Terjemahan Bahasa Seksual dalam Novel-novel Sandra Brown. Promotor:  Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D.; Co-promotor: Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana, Dissertation of Doctorate Program of Surakarta Sebelas Maret University.

Disertasi ini mengkaji terjemahan bahasa seksual dari novel-novel berbahasa Inggris. Menerjemahkan novel asing berarti juga menerjemahkan budaya yang kadang tidak selaras dengan budaya Indonesia, salah satunya adegan dan kegiatan seksual yang banyak terdapat dalam novel-novel tersebut. Karena beragamnya penerbit dan penerjemah, terjemahan kegiatan dan adegan seksual yang dituangkan dengan memakai bahasa seksual tersebut juga beragam. Penelitian ini mengungkapkan klasifikasi, sub klasifikasi dan kualitas penerjemahan bahasa seksual.

Tujuan disertasi ini adalah: (1) Menglasifikasi tipe-tipe bahasa seksual yang muncul dalam unit linguistik kata, frasa, klausa, maupun kalimat di novel-novel Sandra Brown. (2) Mendeskripsikan dan menjelaskan teknik-teknik penerjemahan yang diaplikasikan dalam mengalihkan pesan bahasa seksual dalam novel-novel Sandra Brown. (3) Menjelaskan dan menganalisis pengaruh faktor penggunaan teknik-teknik penerjemahan tersebut terhadap kualitas keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan bahasa seksual dalam novel-novel Sandra Brown. (4) Menjabarkan dan menganalisis hubungan klasifikasi dan teknik penerjemahan dan pengaruhnya terhadap nilai kualitas keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan bahasa seksual dalam novel-novel Sandra Brown.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan strategi studi kasus terpancang. Sumber datanya berupa 2 (dua) teks novel karya Sandra Brown dan 2 (dua) terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Data yang dihimpun adalah bahasa seksual yang terdapat dalam novel-novel tersebut yang berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat. 3 (tiga) orang rater diminta untuk memberi penilaian terhadap kualitas terjemahannya, yang meliputi kualitas keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan. Hasil penilaian dari para rater ini dijadikan sebagai alat untuk menganalisis datanya.

Setelah dilakukan analisis yang mendalam, ditemukan bahwa bahasa seksual yang terdapat di dalam novel tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kategori: aktivitas seksual, persetubuhan, orgasme, organ seksual perempuan, dan organ seksual laki-laki. Klasifikasi tersebut diikuti oleh sub klasifikasinya yakni sub klasifikasi suara, ciuman, sentuhan dan belaian untuk klasifikasi aktivitas seksual, sub klasifikasi suara, persetubuhan oral dan persetubuhan genital untuk klasifikasi persetubuhan, sub klasifikasi orgasme perempuan dan orgasme laki-laki untuk klasifikasi orgasme, dan sub klasifikasi kepala, tubuh dan alat vital untuk klasifikasi organ seksual perempuan dan laki-laki. Analisis sub klasifikasi tersebut dilakukan pada tataran unit linguistik terkecil yakni mulai dari unit linguistik kata, frasa, klausa dan kalimat, sehingga hasil kajian lebih tajam dan mendalam.

 

Penggunaan teknik penerjemahan menunjukkan dominasi teknik padanan lazim pada hampir semua unit linguistik. Teknik delesi diaplikasikan lebih banyak oleh penerjemah wanita dibanding penerjemah pria dan dominan pada unit linguistik kata dan frasa terutama yang berkaitan dengan klasifikasi organ seksual. Penerapan teknik ini mengakibatkan kualitas terjemahan yang tidak dan/atau kurang akurat, karena pesan dan makna tidak dapat disampaikan secara utuh dalam bahasa sasarannya. Unit linguistik klausa dan kalimat didominasi penggunaan teknik padanan lazim dan generalisasi, sehingga pesan dan makna tersampaikan secara lebih akurat.

Hasil analisis komprehensif menunjukkan bahwa kedua penerjemah telah menghasilkan terjemahan bahasa seksual yang bagus dan layak untuk dikonsumsi masyarakat luas dan tidak bertentangan dengan Undang-undang Pornografi. Penerjemah menerapkan ‘self censorship’ dalam menyikapi bahasa yang ‘dianggap’ terlalu vulgar. Sensor diri tersebut dituangkan dalam penerapan teknik penerjemahan yang cenderung menggeneralisasi, mereduksi, atau bahkan menghilangkan unit terjemahannya. Penerjemah tidak banyak menggunakan teknik eufemisme yang sebenarnya merupakan alternatif yang jauh lebih baik dibanding reduksi atau delesi. Penggunaan eufemisme yang diaplikasikan dalam terjemahan tersebut menghasilkan kata-kata atau frasa yang mempunyai konotasi seksual yang setara dengan yang ada dalam Tsu namun menjadi tidak vulgar, contohnya pemakaian kata kelelakian atau kejantanan sebagai padanan dari ‘penis’.

Kata kunci: penerjemahan bahasa seksual, klasifikasi bahasa seksual, teknik penerjemahan, kualitas terjemahan, keakuratan, keberterimaan, keterbacaan