ABSTRACT
F.X. Sawardi. T110908002. “The Deletion of Argument of Complex/ Compound Sentences in Javanese: A Study of Syntactic Typology”. Promotor: Prof. Dr. Sumarlam, M.S. ; Co-promotor: Dr. Dwi Purnanto, M.Hum., Dissertation of Doctorate Program of Surakarta Sebelas Maret University.
This research aims at determining the type of the Javanese language in relation to Dixon’s concept (1994). The main question formulated is: does the Javanese language belong to accusative or ergative type language based on the deletion of argument? To determine the type of the language, the steps followed were (i) to make description of basic clause; (ii) to make description of the valency change; (iii) to formulate the deletion of argument; and (iv) to determine the type of the language.
This research belongs to syntactic typology research, a discipline in descriptive linguistics. Muhadjir (1996) states that this linguistic research type belongs to qualitative research on texts. The approach used was syntactic typology, an approach that emphasizes the structural diversity and its tendency. The research data were in the forms of sentences undergoing deletion of argument which were collected from the following sources: rubrics ‘Jagad Jawa’ in Solopos daily, ‘Mekar Sari’ in Kedaulatan Rakyat daily, Joko Lodhang magazine, and all of them were completed with the sentences created by the researcher himself as a Javanese native speaker. The data were analyzed by formulating basic clause norm, dividing sentences based on their clauses, identifying the arguments which are deleted, determining controlling clause, and making deletion norms, also determining the type of the language.
The results of the research data analysis are as follows:
First, in relation to the description of basic clause, the Javanese language uses SVO order. There is no morphological marker which shows the argument that functions as subject or object and there is no concord between the noun and the predicate. There are six transitive verbs in the Javanese language: (i) basic forms; (ii) verbs with nasalized prefixes; (iii) verbs with M- prefix; (iv) verbs with Mer- prefix; (v) verbs with a(N)- prefix; and (vi) verbs with –an suffix. There are four intransitive verbs in Javanese: (i) verbs without affixes; (ii) verbs with nasalized prefixes; (iii) verbs with nasalized –i affix; and (iv) verbs with nasalized –ke affix. Affixes of the verbs become semantic markers (deliberation) and syntactic markers (active).
Second, the argument deletion of in the Javanese language is marked by verbal affixes in the verbs. The passive voice is marked by di-, ke-, ka- affixes and –in- infix in the verbs to replace the nasalized prefixes as active markers. The shift follows the common patterns proposed by Dixon, that P argument of transitive clause functions the same as S, and A argument is shifted to peripheral function marked with the prepositions dening or karo which means ‘by’. The argument shift in causative and applicative are marked by –i and –ke/ -ake suffixes in the verbs. The causative shift occurs in the intransitive verbs, while the applicative shift occurs in both the intransitive and transitive verbs.
Third, from the aspect of argument deletion, there are three motives of the argument deletion in relation to its referent. First, the argument deletion motivated by syntactic factor; second, the argument deletion caused by semantic factor; and third, the argument deletion driven by pragmatic/discourse factor. The argument deletion motivated by the syntactic factor follows the accusative language norms (S=A) in basic clause coordinative relation, derivative clause of causative and applicative types. In subordinate relation, the argument deletion is motivated by syntactic and semantic norms of which limits are overlapping. The argument deletion motivated by pragmatic/discourse factor is caused by disagreement of syntactic and semantic norms, also the worldview of Javanese.
Fourth, the Javanese language belongs to accusative language type with
S = A pivot. This type is proven by the argument deletion in the combination of basic coordinative, causative-derivative, and applicative clauses. In the passive derivative clause deletion, it does not completely accord with S/A pivot norms. In the subordinate relation, the argument deletion is not purely motivated by syntactic factor. There are other factors influencing the argument deletion. These factors are semantic and pragmatic factors. This proves that the argument deletion in the subordinate relation does not belong to decisive factor to determine accusative language behavior.
Keywords: argument deletion, syntactic typology, the Javanese language, accusative
F.X. Sawardi. T110908002. Pelesapan Argumen Kalimat Majemuk dalam Bahasa Jawa: Suatu Tinjauan Tipologi Sintaktik . Promotor: Prof. Dr. Sumarlam, M.S.; Co-promotor: Dr. Dwi Purnanto, M.Hum., Dissertation of Doctorate Program of Surakarta Sebelas Maret University.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tipologi bahasa Jawa menurut konsep Dixon (1994). Pertanyaan pokoknya adalah apakah bahasa Jawa termasuk bahasa bertipe akusatif atau bahasa ergatif berdasarkan pelesapan argumen? Untuk menentukan tipe bahasa tersebut, langkah yang ditempuh adalah (i) membuat deskripsi klausa dasar, (ii) membuat deskripsi tentang pergeseran argumen, (iii) merumuskan pelesapan argumen, dan (iv) menentukan tipe bahasa.
Penelitian ini termasuk penelitian tipologi sintaksis, salah satu bidang dalam linguistik deskriptif. Oleh Muhadjir (1996), penelitian lingusitik jenis ini termasuk penelitian kualitatif tentang teks. Penelitian ini menggunakan pendekatan tipologi sintaksis, pendekatan yang menekankan diversitas struktur dan kecenderungannya. Data penelitian berupa kalimat-kalimat yang mengalami pelesapan argumen dikumpulkan dari rubrik Jagad Jawa surat kabar Solo Pos, rubrik Mekar Sari surat kabar Kedaulatan Rakyat, majalah Djoko Lodhang. dan dilengkapi dengan kalimat-kalimat yang diciptakan oleh peneliti, sebagai penutur asli. Data dianalisis dengan merumuskan kaidah klausa dasar, membagi kalimat atas dasar klausa-klausanya, dan mengidentifikasi argumen yang dilesapkan, menentukan klausa pengendali, membuat kaidah pelesapan, dan menentukan tipe bahasa.
Hasil analisis adalah seperti berikut.
Pertama, berkaitan dengan pendeskripsian klausa dasar, bahasa Jawa adalah bahasa yang menggunakan tata urut SPO (Subjek, Predikat, Objek). Tidak ada pemarkah morfologis yang menunjukkan argumen yang menduduki fungsi subjek maupun objek dan tidak ada persesuaian antara nomina dengan predikat. Ada enam bentuk verba transitif bahasa Jawa: (i) bentuk dasar, (ii) verba berprefiks nasal, (iii) verba berprefik M-, (iv) verba berprefiks Mer-, (v) verba berprefiks a(N)- , dan (vi) verba bersufiks –an; dan ada empat bentuk intransitif: (i) verba tanpa afiks, (ii) verba berprefiks nasal, (iii) verba berafiks nasal-i, dan verba berafiks nasal-ké. Afiks-afiks verba menjadi pemarkah semantis (kesengajaan) dan pemarkah sintaktis (aktif).
Kedua, pergeseran argumen dalam bahasa Jawa dimarkahi oleh afiks verba pada verbanya. Pemasifan dimarkahi dengan afiks di-, ke-, ka-, dan infiks –in- pada verbanya menggantikan prefiks nasal sebagai pemarkah aktif. Pergeseran tersebut mengikuti pola umum yang disebutkan Dixon, bahwa argumen P klausa transitif menduduki fungsi seperti S, dan argumen A digeser ke fungsi periferal dimarkahi dengan preposisi déning atau karo ‘oleh’. Pergeseran argumen pada kausatif dan aplikatif dimarkahi dengan sufiks –i, dan –ké/ -aké pada verbanya. Pergeseran kausatif terjadi pada verba intransitif sedang aplikatif terjadi pada verba intransitif dan transitif.
Ketiga, dari segi pelesapan argumen, ada tiga motivasi pelesesapan argumen dalam kaitannya dengan acuannya. Pertama, pelesapan yang dimotivasikan oleh faktor sintaktik; kedua, pelesapan yang dimotivasikan oleh faktor semantis; dan ketiga pelesapan yang dimotivasikan oleh faktor pragmatik/ wacana. Pelesapan yang dimotivasikan faktor sintaktik, mengikuti kaidah bahasa akusatif (S=A) pada hubungan koordinatif klausa dasar, klausa derivatif jenis kausatif dan aplikatif. Pada hubungan subordinatif, pelesapan dimotivasikan oleh kaidah sintaktis dan semantis dengan batas yang saling tumpang tindih. Pelesapan yang dimotivasikan oleh faktor pragmatik/ wacana, disebabkan oleh ketidakcocokan dengan kaidah sintaktik, ketidaksesuaian dengan kaidah semantis, dan dipengaruhi oleh pandangan umum orang Jawa.
Keempat, bahasa Jawa termasuk bahasa bertipe akusatif dengan S/A pivot. Tipe tersebut dibuktikan dengan pelesapan argumen pada pengggabungan klausa koordinatif klausa dasar, klausa derivatif kausatif, dan aplikatif. Pada pelesapan pada klausa derivasi pasif tidak sepenuhnya mengikuti aturan S =A pivot. Pada hubungan hubungan subordinatif, pelesapan argumen tidak murni dimotivasikan oleh faktor sintaktik. Ada faktor lain yang ikut berpengaruh pada pelesapan argumen adalah faktor semantis dan pragmatik sehingga pelesapan argumen pada hubungan subordinatif bukan merupakan bukti yang kuat untuk menentukan perilaku bahasa akusatif.
Kata kunci: pelesapan argumen, tipologi sintaktik, bahasa Jawa, akusatif